Rabu, 14 Juli 2010

kriminologi

HUBUNGAN KRIMINALITAS DENGAN BERBAGAI GEJALA DAN KRIMINALITAS SEBAGAI PROFESI DAN KEBIASAAN





O l e h :

NUR SAEFODIN
( E0008201/ A )



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas tersusunnya makalah berjudul “Hubungan Kriminalitas dengan berbagai gejala dan Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan”. Makalah ini berisi mengenai hubungan kriminalitas dengan berbagai gejala dan Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kriminologi.
Makalah ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Hukum pada khususnya. Terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari usaha teman-teman terutama dari kegigihan kelompok kami karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan sampai makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu demi penyempurnaannya, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.



Surakarta, 10 Juni 2010

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………....… 2
DAFTAR ISI………………………………………………....……………… 3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………….…..… 4
B. Perumusan Masalah………………………………………….…….... 7
C. Tujuan……………………………………………………………..… 7
D. Manfaat…………………………………………………………..…. 7
BAB II. PEMBAHASAN
A. Hubungan Kriminalitas dengan berbagai gejala……..…..……......… 8
B. Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan…………..……………. 13
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………. 16
B. Saran…………………………………………………………….….. 17

DAFTAR PUSTAKA










BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kejahatan merupakan fenomena sosial yang selalu terjadi di setiap lapisan masyarakat manapun. Keberadaan kejahatan ini ada sejak manusia itu sendiri ada di dunia, atau dengan kata lain sejak ada manusia maka kejahatan itu pun ada. Manusia sebagai mahkluk yang memiliki dua sisi yaitu sisi akal dan nafsu, sehingga dengan dua sisi itu manusia sangat ditentukan oleh mana yang paling dominan diantara keduannya.
Selain itu kejahatan bukan saja berasal dari dorongan dirinya sendiri tetapi juga karena adanya kekuatan dari luar yang mengharuskan dia melakukan atau tidak melakukan kejahatan. Sehingga seharusnya pun hukum pidana sebagai sarana penyelesaian kejahatan harus bisa membedakan hal tersebut. Kejahatan dan kekerasan sepintas lalu sepertinya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah, namun perlu dibedakan dua hal tersebut, karena memang keduannya sangat berbeda. Pemahaman di masyarakat, sering menganggap bahwa setiap kekerasan itu pasti merupakan kejahatan. Namun, kekerasan tidak selalu dipersepsikan dengan kejahatan kerena memang kekerasan ada yang bukan merupakan kejahatan.
Tipe kejahatan kekerasan dapat dibagi menjadi tiga kelompk yaitu:
a. Kekerasan Individual
Kekerasan individual kekerasan yang muncul dari niat-niat personal yang dalam perwujudan tindakkannya terkadang dilakukan oleh beberapa orang atau dilakukan sendiri.


b. Kekerasan kelompok
Yang dimasud dengan kekerasan kelompok adalah kekerasan yang niat dan tujuannya dikelola oleh kelompok tertentu walaupun pelakunya secara individu namun dia digerakkan oleh kelompok.
c. Kekerasan structural.
Kekerasan structural ini merupakan kekerasan yang dilakukan secara terstruktur yang dikomandoi oleh satu pimpinan tertentu disuatu Negara atau dari unsure Negara.
Pada umumnya penyebab kejahatan terdapat tiga kelompok pendapat yaitu:
• Pendapat bahwa kriminalitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat di luar diri pelaku;
• Pendapat bahwa kriminalitas merupakan akibat dari bakat jahat yang terdapat di dalam diri pelaku sendiri;
• Pendapat yang menggabungkan, bahwa kriminalitas itu disebabkan baik karena pengaruh di luar pelaku maupun karena sifat atau bakat si pelaku.
Bagi Bonger, bakat merupakan hal yang konstan atau tetap, dan lingkungan adalah faktor variabelnya dan karena itu juga dapat disebutkan sebagai penyebabnya. Pandangan bahwa ada hubungan langsung antara keadaan ekonomi dengan kriminalitas biasanya mendasarkan pada perbandingan statistik dalam penelitian. Selain keadaan ekonomi, penyebab di luar diri pelaku dapat pula berupa tingkat gaji dan upah, pengangguran, kondisi tempat tinggal bobrok, bahkan juga agama. Banyak penelitian yang sudah dialakukan untuk mengetahui pengaruh yang terdapat di luar diri pelaku untuk melakuakn sebuah tindak pidana. Biasanya penelitian dilakukan dengan cara statistic yang disebut dengan ciminostatistical investigation.
Noach mengatakan kriminalitas yang terjadi pada orang normal merupakan akibat dari bakat dan lingkungan, yang pada suatu ketika hanya salah satu faktor saja, pada waktu yang lain faktor yang lainnya dan yang kedua-duanya mungkin saling berpengaruh.
Sutherland mengawali penjelasannya tentang teori sosiologis dengan menunjukkan dua prosedur yang penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan teori sebab musabab perilaku kriminal. Yang pertama adalah abstraksi logis, penelitiannya menunjukkan bahwa perilaku kriminal itu sedikt berkaitan dengan patologi sosial dan patologi pribadi. Dan yang kedua diferensiasi tingkat analisis yang artinya dalam menganalisis penyebab kejahatan haruslah diketahui pada tingkat tertentu yang mana.
Dalam kejahatan terdapat adanya korelasi antara faktor lingkungan dengan kriminalitas dan bahkan korelasi antara jenis kelamin, cacat tubuh, dan umur, hendaknya terutama kita memandang begaimana faktor pribadi itu memanifestasikan dirinya ke luar, dan begaimana dunia luar (di luar diri pribadi itu) mengadakan reaksi terhadapnya.
Berturut-turut akan dijelaskan korelasi antara kriminalitas dengan:
1. Jenis kelamin;
2. Cacat tubuh;
3. Keluarga dan hubungan keluarga;
4. Umur;
5. Residivis;
6. Keadaan ekonomi, lapangan kerja, dan rekreasi;
7. Kriminalitas yang dilakukan sebagai profesi dan kebiasaan.



B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pokok-pokok uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diambil masalah yaitu:
1. Bagaimana hubungan Kriminalitas dengan berbagai gejala ?
2. Bagaimana Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan?
C. Tujuan
Pembuatan makalah ini mempunyai tujuan :
1. Untuk mengetahui hubungan Kriminalitas dengan berbagai gejala.
2. Untuk mengetahui Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan.
3. Untuk melengkapi tugas akademis guna memperoleh nilai UKD 3 (tiga) pada mata kuliah Kriminologi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,
4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya dan mahasiswa fakultas hukum pada umumnya mengenai hubungan Kriminalitas dengan berbagai gejala dan Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan.

D. Manfaat.
Makalah ini mempunyai manfaat, yaitu:
1. Diharapkan dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan yaitu mengenai hubungan Kriminalitas dengan berbagai gejala dan Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan.
2. Dapat memberikan kejelasan terhadap permasalahan yang terkait dengan Kriminalitas dalam Kriminologi.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Kriminalitas dengan Berbagai Gejala
a. Kriminalitas dan Jenis Kelamin
Angka statistik menunjukkan bahwa jumlah wanita yang dijatuhi pidana lebih rendah daripada pria. Angka statistik ini menunjuk pada perbuatan delik secara umum. Namun bila perbuatan delik sudah dikhususkan kemungkinan angka statistik perbandingan pelaku delik wanita dengan pria akan bertambah porsi bagi wanitanya. Misalnya saja dalam delik abortus.
Telah banyak penjelasan mengenai kenyataan ini dan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori antara lain:
• Sebenarnya kriminalitas yang dilakukan oleh wanita jauh lebih tinggi dari angka yang ada.
Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya dark number yaitu angka kejahatan yang tidak dicatat karena sesuatu hal. Contohnya dalam kasus abortus, kasus ini kebanyakan akan ditutup-tutupi dan disembunyikan baik oleh korban maupun keluarganya. Selain hal tersebut, kaum pria cenderung memiliki sifat gentleman yaitu berusaha melindungi wanita. Ketika terdapat wanita yang melakukan kejahatan, pria merasa perlu melindunginya.
• Kondisi lingkungan bagi wanita ditinjau dari segi kriminologi lebih menguntungkan daripada kondisi bagi pria.


Faktor lingkungan lebih menguntungkan wanita karena:
- Perkawinan bagi wanita merupakan faktor anti-irininogen, angka statistik menunjukkan bahwa angka kriminalitas tertinggi oleh wanita dilakukan oleh wanita yang bercerai.
- Jika dibandingkan dengan pria, partisipasi wanita lebih sedikit dalam kegiatan masyarakat sehingga dapat mengurangi konflik yang dapat mengarah pada kriminalitas.
• Sifat wanita sendiri yang berbeda dari pria:
- Faktor fisik wanita yang lemah kurang cocok untuk delik-delik agresi, kecuali delik agresi yang dilakukan dengan kata-kata, senjata, peracunan, dan sebagainya. Tetapi delik agresi ini relative angkanya kecil di dalam keseluruhan kriminalitas.
- Faktor psikis wanita mempunyai variasi yang lebih sempit, jadi sifat ekstrem baik maupun buruk jarang terjadi pada wanita.
b. Kriminalitas dan Cacat Tubuh
Cacat tubuh dibedakan antara yang diderita sejak kelahirannya dan yang diperoleh dalam perjalanan hidupnya. Cacat tubuh yang memungkinkan menjadi faktor kriminogen antara lain:
• Wajah
Penderitaan ini mungkin menimbulkan delik-delik ekonomis, dan khusus untuk pria delik seksual, yaitu:
- Karena wajah jelek, maka kesempatan untuk memilih pekerjaan menjadi sempit.
- Karena wajah jelek, maka tidak menarik lawan jenisnya.
• Tuli
Orang tuli lebih menderita daripada cacat tubuh dalam hal gangguan psikis karena cacatnya itu. Dapat diperkirakan bahwa pada awalnya mengurangi kesempatan timbulnya kriminalitas, yaitu pada waktu masih kecil dan disembunyikan oleh keluarganya, tetapi kemudian meningkatkan angka kriminalitas setelah dewasa.
• Buta
Kriminalitas yang dilakukan oleh meraka tentunya relative rendah jika dibandingkan dengan orang yang tidak cacat, pertama-tama karena perlindungan keluarga, kedua mereka mendapat kesulitan untuk keluar rumah sendiri.
c. Keluarga dan Hubungan Keluarga
Pengaruh keluarga muncul pada:
• Situasi Keluarga
Pengaruh yang diterapkan di dalam keluarga adalah melalui: asosiasi, asimilasi, imitasi, dan juga paksaan. Pada keluarga yang berantakan dan pecah, berpotensi untuk menimbulkan kejahatan.
• Besarnya Keluarga
Semakin besar keluarga, semakin tinggi beban ekonominya. Anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, kenakalan tidak diperhatikan orang tua, Kemungkinan konflik dengan lingkungan lebih besar.

Bagi anak tunggal mempunyai kenungkinan lebih tinggi untuk menjadi kriminal, disebabkan karena:
- Anak tunggal kebanyakan dimanjakan dan diperlakukan over protective.
- Tidak adanya saudara menyulitkan anak untuk menyesuaikan diri sebagai anggota suatu kelompok.
d. Kriminalitas dan Umur
Frekuensi dan macam kriminalitas, dibedakan menjadi :
• Masa anak-anak, statistic kriminalitas tidak dapat diikuti dengan tegas, karena banyak kejahatan yang dilakukan oleh anak tidak dipidana namun hanya diberitahukan kepada orang tua. Jenisnya bisanya berupa pencurian sederhana, perusakan barang, atau pencurian karena disuruh oleh orang lain.
• Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Di masa ini frekensi kejahatan tinggi terjadi konflik antara harapan dan kenyataan. Macam kejahatannya dapat berawal dari pencurian biasa sampai dengan pencurian dengan kekerasan.
• Awal masa dewasa adalah lanjutan dari masa remaja. Frekuensi kriminalitas masih tetap tinggi walaupun sedikit lebih rendah jika dibandingkan pada masa remaja.Macam kriminalitas berupa pencurian yang lebih canggih, penggelapan, dan seksualitas.
• Masa Dewasa Penuh kejahatan yang dilakukan cenderung pada yang lebih menggunakan akal dan pikiran dari pada kekuatan fisik. Frekuensinya menurun namun kualitasnya meningkat. Macam kriminalitasnya banyak ditujukan pada kekayaan seperti penggelapan, pemalsuan, dan penipuan.
• Masa usia lanjut, kekuatan fisik maupun psikis sudah mulai menurun. Produktivitas juga menurun. Karena penghasilan menurun, dorongan untuk melakukan delik terhadap kekayaan ada kecenderungan meningkatnamun dengan cara anak-anak.
e. Residivis
residivis atau mereka yang mengulangi melakukan kriminalitas ada hubungannya dengan saat pertama kali melakukan kejahatan. Kebanyakan resedivis melakukan kejahatan pada waktu masih muda. Lebih dari 50% residivis pernah melakukan kejahatan pertama kali pada usia muda. Mereka yang baru mulai menjadi kriminal pada usia dewasa, kemungkinan melakukan residivis lebih kecil karena:
• waktu untuk melakukan residivis relative pendek;
• pola watak pada masa dewasa telah mantap;
• kriminalitas yang dilakukan dan diketahui orang tidak jarang hanya merupakan masalah kondisi yang kebetulan dan bukannya kondisi yang berulang.
f. Keadaan Ekonomi, Lapangan Kerja, dan Rekreasi
Kemelaratan miningkatkan kejahatan. Bahkan kemelaratanlah yang menyebabkan kejahatan. Kemunduran kemakmuran baik secara individu maupun pada kelompok dapat meningkatkan tingkat kriminalitas.
Kemelaratan sebenarnya bukanlah satu-satunya faktor yang menimbulkan konflik dan faktor kriminogen. Ketika sebuah masyarakat terisolasi yang penghidupannya menurut masyarakat lain dianggap rendah, akan dapat tetap hidup tenang jika norma dalam masyarakat tersebut tidak berubah dan tidak ada kesenjangan diantara mereka. Jurang perbedaan dalam hal keadaan ekonomi dapat menjadi faktor kriminogen.
Yang menjadi perhatian kriminologi dalam lapangan pekerjaan antara lain seperti faktor pemilihan lapangan kerja yang biasanya dipengaruhi oleh lingkungan, norma di lapangan kerja terutama dalam pekerjaan yang pekerjanya saling berhubungan dalam waktu yang lama dapat menimbulkan sebuah norma kerja sendiri. Jika norma lapangan kerja menyimpang, contohnya di sebua pabrik sudah biasa pekerjanya mengambil hasil produksinya, padahal di pabrik yang lain tidak, hal tersebut akan menjadi kebiasaan, dan kesempatan yang terdapat dalam lapangan pekerjaan yang dapat berupa ketrampilan yang digunakan untuk kejahatan dan lingkungan lapangan pekerjaan yang mendukung seseorang untuk melakukan tindak pidana.
Rekreasi dapat menjadi faktor kriminogen dan anti-kriminogen. Melalui rekreasi akan diperoleh rasa puas dan lepas dari ketegangan. Perasaan yang demikian akan mengurangi kriminalitas. Sedangkan di sisi yang lain rekreasi merupakan pengeluaran. Bisa jadi pendapatan tidak dapat mengejar rekreasi yang diinginkan. Bentuk rekreasi dapat pula mengarah pada kriminalitas seperti berburu, dan permainan ketrampilan yang mengarah pada perjudian.
B. Kriminalitas sebagai Profesi dan Kebiasaan
Batasan antara penjahat professional dan yang sebagai kebiasaan menurut Noach adalah: “Penjahat professional memang pekerjaannya atau mata pencahariannya sebagai penjahat, sedangkan penjahat sebagai kebiasaan, kecuali melakukan kejahatan juga mempunyai pekerjaan lain. Apakah menjadi tumpuan penghidupannya itu pekerjaan dari kejahatan atau pekerjaan yang lain yang halal bukan masalah”
Sutherland menunjukkan sifat-sifat khusus dari penjahat professional antara lain sebagai berikut: “Secara teratur tiap hari menyiapkan dan melakukan kejahatan. Untuk itu, penjahat tersebut memerlukan kemampuan teknik guna melakukan kejahatannya dan melatih diri serta mengembangkan kemampuannya itu.


Pencuri professional dapat melakukan kejahatannya dengan aman karena tiga hal yaitu:
a. Memilih cara yang paling minimum bahayanya;
b. Pencuri meningkatkan ketrampilan dan kemampuannya baik secara fisik maupun psikisnya;
c. Dengan cara mengatur “fix” (pemulihan) sekiranya ia tertangkap, teknik pemulihan itu juga sedemikian rupa, baik dilakukan oleh si pencuri sendiri maupun oleh orang lain, dan tidak jarang polisi, jaksa, bahkan hakim dilibatkan.
Selain kejahatan secara umum, ada pula kejahatan yang terorganisasi (organized crime). Organisasi kecil-kecilan seperti di kalangan pencopet membuat normanya sendiri, dengan sanksinya yang cukup tegas dan kadang daerah operasinyapun telah dibagi. Organisasi tersebut disebut dengan organisasi “informal”.
Terdapat pula organisasi penjahat yang bersifat lebih “formal”. Cirinya adalah yang pertama adanya pembagian pekerjaan, yaitu semacam spesialisasi tertentu yang berada dalam jaringan sistem, kedua bahwa kegiatan masing-masing di dalam sistem tersebut dikoordinasikan dengan kegiatan lain melalui aturan permainan, persetujuan dan saling pengertian, dan yang ketiga, seluruh kegiatan tersebut secara rasional diarahkan pada suatu tujuan yang sama-sama diketahui oleh para anggotanya.
Prostitusi juga dapat dikategorikan ke dalam kejahatan professional walaupun kata kejahatan kurang tepat jika disematkan pada prostitusi karena jika dilihat dalam KUHP tidak ada pasal yang mengancam prostitusi kecuali perbuatan yang memudahkan prostitusi.
Menurut NORWOOD EAST, pengertian prostitusi adalah hubungan seksual yang tanpa pilih-pilih atas dasar bayaran. Artinya, tidak pilih-pilih ialah pelaku prostitusi jarang sekali hanya melayani satu atau beberapa langganan saja; sedangkan hubungan seksual adalah setiap tindakan yang dapat memuaskan dorongan seksual; pembayaran biasanya dalam bentuk uang. Yang paling banyak terjun dalam dunia prostitusi adalah kaum wanita walaupun tidak menutup kemungkinan pula prostitusi dilakukan oleh kaum laki-laki.
Menurut GLOVER wanita yang cenderung untuk melakukan tindakan prostitusi adalah mereka yang mengalami gangguan psikologis maupun seksual, dan merupakan akibat dari kurangnya kasih sayang dan perhatian pada masa kanak-kanak. Motivasi wanita untuk terjun dalam dunia prostitusi utamanya adalah kebutuhan ekonomi dan keinginan untuk mendapatkan kebutuhan lainnya disamping kebutuhan pokok sehari-hari. Tidak jarang mereka yang terjun dalam lembah hitam karena bujukan keluarga atau kenalannya yang sudah terlebih dahulu berada di dalam dunia prostitusi.














BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Hubungan kriminalitas dengan berbagai gejala, yaitu:
a. Di dalam mencari penyebab kriminalitas dengan melihat pada angka-angka statistic, maka terpikir kemungkinan adanya korelasi antara naik-turunnya kriminalitas dengan fenomena atau gejala tertentu baik yang melekat pada diri manusia ataupun yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu.
b. Berbagai pemikiran adanya korelasi tersebut antara lain ialah korelasi antara kriminalitas dengan:
- Jenis kelamin;
- Cacat tubuh;
- Keluarga dan hubungan keluarga;
- Umur;
- Residivis;
- Keadaan ekonomi, lapangan kerja, dan rekreasi.
Dan masih ada korelasi kriminalitas dengan hal-hal lainnya.
2. Kriminalitas sebagai profesi dan kebiasaan, yaitu:
a. Kriminalitas ada yang merupakan profesi dan ada yang merupakan kebiasaan.
b. Sebaliknya, profesi itu sendiri memberikan bentuk pada kriminalitas karena ketrampilan yang diperoleh di dalam profesi dan kesempatan di dalam profesinya memungkinkan seseorang melakukan kejahatan yang menggunakan ketrampilan profesionalnya, atau melakukan kejahatan di dalam profesinya.
c. Disamping kejahatan yang dilakukan secara individual, terdapat pula organisasi kejahatan dengan norma-normanya sendiri.
B. Saran
Dalam permasalahan di atas, untuk mencegah dan mengatasi kriminalitas harus diambil tindakan terhadap perubahan struktur masyarakat dan ekonomi yang harus dilaksanakan demikian meluas dan mendalam agar tidak berpengaruh buruk terhadap kriminalitas.
Bahwa dalam Pidana terutama harus mengandung fungsi agar orang yang sudah menjadi kriminal sejauh mungkin dicegah untuk tidak lagi melakukan hal itu di kemudian hari.










DAFTAR PUSTAKA


Bonger, W.A. 1977. Pengantar tentang Kriminologi, diperbaharui oleh G. Th. Kempe, diterjemahkan oleh R.A. Koesnoen, Cet IV. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noach, WME dan Grat van den Heuvel. 1992. Kriminologi Suatu Pengantar, diterjemahkan oleh J.E. Sahetapi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Sumitro. 1989. Kriminologi. Surakarta: UNS Press.
Topo Santoso dan Eva Achjani. 2002. Kriminologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

contoh gugatan perdata

TUGAS
HUKUM ACARA PERDATA
“kasus beserta gugatannya”





O l e h :

NUR SAEFODIN
( E0008201/ A )






FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
KASUS WARISAN

Di tempat tinggal Saya, tepatnya di Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo, Kab.Purworejo bahwa pernah hidup seorang laki-laki bernama Bapak SUMITRO , yang pada tahun 2000 telah meninggal dunia, mempunyai seorang istri bernama Ibu LATIFAH yang pada tahun 2002 telah meninggal dunia pula. Mereka mempunyai seorang anak bernama ANDI. Pasangan SUMITRO dan LATIFAH ini mempunyai harta peninggalan berupa sebidang tanah seluas 500 m2, serta bangunan rumah di atasnya dengan batas-batas sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan rumah milik IWAN, sebelah timur berbatasan dengan rumah RAMLAN, sebelah selatan berbatasan dengan kebun singkong milik ANTON, dan sebelah barat berbatasan dengan Masjid Al Barokah. Dan telah adanya Sertifikat kepemilikan hak atas tanah tersebut yang sah. Sewaktu SUMITRO dan LATIFAH masih hidup, menumpang tinggal pasangan suami istri WAHYU dan AMBAR di rumah tersebut. Namun, setelah SUMITRO dan LATIFAH meninggal dunia, rumah tersebut dikuasai/dihuni/ditempati oleh pasangan WAHYU dan AMBAR beserta anaknya. Pihak keluarga/ waris (ANDI) sudah memperingatkan agar pasangan WAHYU dan AMBAR untuk meninggalkan rumah tersebut. Dan sampai sekarang mereka belum juga meninggalkan rumah tersebut, malah mereka mengatakan Penggugat tidak berhak atas harta peninggalan tersebut.
Hal inilah yang membuat ANDI dengan didampingi oleh kuasa hukumnya NUR SAEFODIN, S.H., advokad, bertempat tinggal di Jln. Anggrek 1, Kec. Kemiri, Kab. Purworejo, pada tanggal 7 Juni 2010 mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Purworejo untuk mendapatkan kembali hak warisnya tersebut.






Purworejo, 7 Juni 2010

Hal : Gugatan Warisan
Lamp : Surat Kuasa Khusus
tertanggal 31 Mei 2010

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri Purworejo
Di Purworejo

Dengan Hormat,
Ijinkanlah yang bertanda tangan dibawah ini, Saya :
Nama : NUR SAEFODIN, S.H.
Pekerjaan : Advokat / konsultan hukum
Alamat : Jln. Anggrek 1, Kec. Kemiri, Kab. Purworejo,
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal : 31 Mei 2010 (terlampir), bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa / Klien kami :
Nama : ANDI
Pekerjaan : Guru SD ( PNS )
Alamat : Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo,
Kab.Purworejo
Untuk selanjutnya mohon disebut sebagai . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .PENGGUGAT
Dengan ini mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Purworejo, terhadap :
1. Nama : WAHYU
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
Alamat : Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo,
Kab.Purworejo
Untuk selanjutnya mohon disebut sebagai . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . .TERGUGAT 1

2. Nama : AMBAR
Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga
Alamat : Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo,
Kab.Purworejo
Untuk selanjutnya mohon disebut sebagai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .TERGUGAT II
Selanjutnya Tergugat I dan II di atas, mohon juga disebut. . . . .. PARA TERGUGAT

Adapun Gugatan ini diajukan dengan dasar-dasar sebagai berikut :
1) Bahwa di Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo, Kab.Purworejo pernah hidup seorang laki-laki bernama Bapak SUMITRO , yang pada tahun 2000 telah meninggal dunia, mempunyai seorang istri bernama Ibu LATIFAH yang pada tahun 2002 telah meninggal dunia pula. Mereka mempunyai seorang anak bernama ANDI ( Penggugat ).
2) Bahwa pasangan almarhum bapak SUMITRO dengan almarhum ibu LATIFAH adalah disebut sebagi pewaris dan mempunyai seorang anak bernama ANDI (penggugat) adalah disebut sebagai ahli waris tunggal yang sah.
2. Bahwa pada semasa hidup, almarhum suami istri Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH, selain meninggalkan seorang anak laki-laki, almarhum juga meninggalkan harta peninggalan/harta warisan berupa sebidang tanah seluas 500 m2 serta bangunan rumah yang ada di atasnya (barang warisan), dengan batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah utara : Rumah milik IWAN
- Sebelah timur : Rumah RAMLAN
- Sebelah selatan : Berbatasan dengan kebun singkong milik ANTON
- Sebelah barat : Masjid Al Barokah
Selanjutnya sebidang tanah dan bangunan rumah diatasnya (posita 2) gugatan diatas, mohon disebut sebagai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . OBYEK SENGKETA.
3. Bahwa objek sengketa di atas jelas sah milik almarhum suami istri Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH dengan diperkuat bukti SERTIFIKAT kepemilikan hak milik atas bumi dan bangunan .
4. Bahwa sewaktu almarhum Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH masih hidup, Para Tergugat menumpang untuk tinggal dirumah dan tanah obyek sengketa tersebut bersama dengan almarhum Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH.
5. Bahwa setelah Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH meninggal dunia, obyek sengketa tersebut hingga kini masih tetap dikuasai/dihuni/ditempati oleh Para Tergugat serta anaknya dengan tanpa dasar dan alas hak yang sah menurut hukum, walaupun telah berulang kali diminta dan diperingatkan oleh Penggugat sebagai ahli waris Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH tetapi Para Tergugat tetap tidak mau menyerahkan kepada Penggugat, malah Para Tergugat mengatakan Penggugat tidak berhak atas harta peninggalan tersebut. Oleh karena itu, tindakan/perbuatan Para Tergugat menguasai/menghuni/menempati obyek sengketa, harus dinyatakan tidak sah / tidak benar dan merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
6. Bahwa demi untuk menjamin keselamatan harta peninggalan tersebut karena dikhawatirkan akan dipindahtangankan/ dijual oleh para tergugat kepada pihak lain, dengan ini Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Purworejo untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap obyek sengketa tersebut diatas.
7. Bahwa gugatan Penggugat diajukan dengan bukti-bukti yang cukup kuat dan tidak dapat disangkal, maka Penggugat mohon putusan hakim dapat dijalankan lebih dulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorrad) meskipun Tergugat mengajukan upaya hukum verzet, banding, dan kasasi.

Berdasarakan hal- hal tersebut di atas, kami mohon dengan hormat kepada Ketua Pengadilan Negeri Purworejo atau Majelis Hakim yang memeriksa berkenan memanggil, memeriksa pihak-pihak yang bersangkutan, serta memberikan/menjatuhkan putusan sebagai berikut :



PRIMAIR :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan menurut hukum ANDI adalah ahli waris sah dari Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH.
3. Menyatakan menurut hukum tindakan Para Tergugat menguasai, menghaki, dan menghuni atau menempati obyek sengeta adalah tidak benar, tidak sah, beritikad tidak baik serta merupakan perbuatan melawan hukum.
4. Menyatakan menurut hukum, harta peninggalan/harta warisan milik Bapak SUMITRO dan Ibu LATIFAH yang berupa tanah dan bangunan rumah (Obyek Sengketa) hingga saat ini masih utuh dan belum pernah dibagi waris kepada siapapun.
5. Menghukum Para Tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa yang menjadi hak Penggugat.
6. Menyatakan menurut hukum, apabila terbit segala macam bentuk surat/akta tentang perpindahan hak atas tanah dan rumah obyek sengketa tersebut, dengan segala akibatnya adalah cacat hukum, tidak sah, dan tidak berkekuatan hukum/batal demi hukum.
7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) pertahun kepada Penggugat atas keterlambatan menyerahkan rumah dan tanah obyek sengketa tersebut kepada Penggugat terhitung sejak Bapak SUMITRO meninggal dunia.
8. Menyatakan menurut hukum bahwa permohonan sita jaminan tersebut adalah sah dan menghukum Para Tergugat untuk meletakan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap obyek sengketa tersebut di atas.
9. Menyatakan menurut hukum, putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorrad) meskipun Tergugat mengajukan upaya hukum Verzet, Banding dan Kasasi.
10. Menghukum dan memerintahkan kepada Para Tergugat, untuk membayar segala/semua biaya perkara yang timbul dalam perkara ini .

S U B S I D A I R :
- Mengadili dan memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum dan keadilan.

Demikian gugatan yang dapat kami ajukan, semoga dapat terkabulkan dan atas terkabulnya gugatan ini kami ucapkan terima kasih.


Hormat Saya,
Kuasa Hukum Penggugat

Materai
6000

( NUR SAEFODIN, S.H.)















S U R A T K U A S A


Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : ANDI
Pekerjaan : Guru SD ( PNS )
Alamat : Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo,
Kab.Purworejo
Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut di bawah ini, menerangkan bahwa dengan ini memberi kuasa penuh kepada :
Nama : NUR SAEFODIN, S.H.
Pekerjaan : Advokat/konsultan hukum
Alamat : Jln. Anggrek 1, Kec. Kemiri, Kab. Purworejo

___________________________K H U S U S___________________________

Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa mewakili :
Sebagai Penggugat untuk mengajukan gugatan terhadap :
1. Nama : WAHYU
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
Alamat : Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo,
Kab.Purworejo
2. Nama : AMBAR
Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga
Alamat : Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo,
Kab.Purworejo
di Pengadilan Negeri Purworejo mengenai kasus warisan yang dilakukan oleh Para Tergugat di atas.

Mengenai hal tersebut di atas, untuk dan atas nama pemberi kuasa menghadap di muka Pengadilan Negeri serta badan-badan kehakiman lain atau pembesar-pembesar lainnya, mengajukan permohonan-permohonan yang perlu menjalankan perbuatan-perbuatan, atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang Kuasa, menerima uang dan menandatangani kwitansi-kwitansi, menerima dan melakukan pembayaran-pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, naik banding, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan perdamaian dengan persetujuan terlebih dahulu dari Pemberi Kuasa dan peda umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima Kuasa.

Surat Kuasa ini diberikan dengan hak untuk melimpahkan (SUBSTITUSI) kepada orang lain.


Purworejo , 31 Mei 2010
Penerima Kuasa



( NUR SAEFODIN, S.H.)
Pemberi Kuasa
materai
6000

( ANDI )




SURAT KUASA SUBTITUSI


Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : NUR SAEFODIN, S.H.
Pekerjaan : Advokat/konsultan hukum
Alamat : Jln. Anggrek 1, Kec. Kemiri, Kab. Purworejo

Dengan ini melimpahkan kuasa yang diberikan kepada kami oleh :
Nama : ANDI
Pekerjaan : Guru SD ( PNS )
Alamat : Desa Rejosari RT01 /02, Kecamatan Kutoarjo,
Kab.Purworejo

Didalam surat kuasanya yang tertanggal 31 Mei 2010 kepada :
Nama : TODUNG MULYA LUBIS, S.H.
Pekerjaan : Advokat / konsultan hukum
Alamat : Jl. Maju mundur mandek No 24 Surakarta
Untuk itu penerima kuasa subtitusi berhak atas kekuasaan yang diperoleh penerima kuasa .

Surakarta , 2 Mei 2010
Yang diberi kuasa Yang melimpahkan Kuasa



( TODUNG MULYA LUBIS, S.H.) ( NUR SAEFODIN, S.H. )



KASUS WANPRESTASI

Pada tanggal 10 Oktober 2008, IWAN SUSANTO seorang wiraswasta yang beralamat di Jln. Durian 13 Perum Indah Raya 7 Rt. 02 / Rw. 11 Kelurahan Karangasem, Kecamatan Colomadu, Surakarta meminjam uang kepada EKO SRI WAHYONO yang beralamat di Jln. Mawar 18 Rt. 04 / Rw. 9 Fajar Indah, Surakarta sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), guna menambah modal usaha ukiran meubelnya. EKO SRI WAHYONO adalah teman lama IWAN SUSANTO sewaktu kuliah, sekarang EKO SRI WAHYONO sukses dengan usaha warung makannya. Setelah EKO SRI WAHYONO mengambil uangnya ke bank kemudian mereka membuat perjanjian bersama dalam suatu lembaran kertas yang disatukan dengan kwitansi penerimaan uang tersebut, dimana IWAN SUSANTO berjanji akan membayar selambat-lambatnya pada tanggal 1 Maret 2009. Namun sampai batas waktu yang telah disepakati, IWAN SUSANTO ternyata belum mengembalikannya, dan atas kelalaian itu, EKO SRI WAHYONO telah melakukan teguran-teguran secara lisan terhadap IWAN SUSANTO. Tetapi, yang bersangkutan tidak mengindahkannya, dan atas dasar-dasar tersebut maka EKO SRI WAHYONO didampingi kuasa hukumnya HERU NOTONEGORO, S.H., yang beralamat di Jln. M.T. Haryono, Manahan, Surakarta, pada tanggal 24 Mei 2010 mengajukan gugatan terhadap IWAN SUSANTO ke Pengadilan Negeri Surakarta.










Surakarta, 24 Mei 2010

Hal : Gugatan Wanprestasi
Lamp : Surat Kuasa Khusus
tertanggal 17 Mei 2010

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri Surakarta
Di Surakarta

Dengan Hormat,
Ijinkanlah yang bertanda tangan dibawah ini, Saya :
Nama : HERU NOTONEGORO, S.H.
Pekerjaan : Advokat / konsultan hukum
Alamat : Jln. M.T. Haryono, Manahan, Surakarta

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal : 17 Mei 2010 (terlampir), bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa / Klien kami :
Nama : EKO SRI WAHYONO
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Mawar 18 Rt. 04 / Rw. 9 Fajar Indah, Surakarta
Untuk selanjutnya mohon disebut sebagai . . . . . . . . . . .. . . . . . . .. . . .PENGGUGAT

Dengan ini mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surakarta, terhadap :
Nama : IWAN SUSANTO
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Durian 13 Perum Indah Raya 7 Rt. 02 / Rw. 11 Kelurahan Karangasem, Kecamatan Colomadu, Surakarta.
Untuk selanjutnya mohon disebut sebagai . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . .TERGUGAT

Adapun Gugatan ini diajukan dengan dasar-dasar sebagai berikut :
1. Bahwa pada tanggal 10 Oktober 2009, Tergugat telah meminjam uang kepada Penggugat sebesar Rp. 50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah), seperti yang terbukti dari kwitansi tanda penerimaan yang tertanggal 10 Oktober 2010 (vide bukti p-1, fotokopi terlampir).
2. Bahwa dalam lembaran kertas perjanjian yang disatukan dengan kwitansi tersebut diatas, Tergugat telah berjanji untuk membayar kembali kepada Penggugat selambat-lambatnya pada tanggal 1 maret 2009.
3. Bahwa ternyata sampai batas waktu yang telah ditentukan di atas, Tergugat tidak mau melakukan kewajibannya untuk membayar lunas atas uang yang telah dipinjamnya dari Penggugat. Atas perbuatannya tersebut Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi.
4. Bahwa atas kelalaian Tergugat tersebut, oleh Penggugat telah dilakukan teguran-teguran/ peringatan secara lisan terhadapnya, akan tetapi tergugat tidak mengindahkannya.
5. Bahwa atas perbuatan Tergugat yang telah cedera janji tersebut, sudah jelas sekali sangat merugikan Penggugat.
6. Bahwa Penggugat mempunyai sangka yang beralasan terhadap itikad buruk Tergugat untuk mengalihkan, memindahkan, atau mengasingkan harta kekayaannya, baik yang berupa barang-barang bergerak maupun yang tidak bergerak, antara lain berupa sebidang tanah berikut bangunan rumah, yang terletak di di Jl. Durian 13 Perum Indah Raya 7 Rt. 02 / Rw. 11 Kelurahan Karangasem, Kecamatan Colomadu, Surakarta, mohon untuk terlebih dahulu agar Pengadilan Negeri Surakarta berkenan meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap barang-barang milik Tergugat tersebut di atas.
7. Bahwa gugatan Penggugat diajukan dengan bukti-bukti yang cukup kuat dan tidak dapat disangkal, maka Penggugat mohon putusan hakim dapat dijalankan lebih dulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorrad) meskipun Tergugat mengajukan upaya hukum verzet, banding, dan kasasi.

Berdasarakan hal- hal tersebut di atas, kami mohon dengan hormat kepada Ketua Pengadilan Negeri Surakarta atau Majelis Hakim yang memeriksa berkenan memanggil, memeriksa pihak-pihak yang bersangkutan, serta memberikan/menjatuhkan putusan sebagai berikut :
P R I M A I R :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan sah perjanjian yang diadakan Penggugat dan Tergugat.
3. Menghukum Tergugat untuk membayar utangnya sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kepada Penggugat seketika dan sekaligus.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) perbulan kepada Penggugat, terhitung mulai 1 Maret 2009.
5. Menyatakan menurut hukum bahwa permohonan sita jaminan tersebut adalah sah dan menghukum Tergugat untuk meletakan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap barang-barang milik Tergugat tersebut di atas.
6. Menyatakan menurut hukum, putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorrad) meskipun Tergugat mengajukan upaya hukum Verzet, Banding dan Kasasi.
7. Menghukum dan memerintahkan kepada Tergugat, untuk membayar segala/semua biaya perkara yang timbul dalam perkara ini .

S U B S I D A I R :
- Mengadili dan memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum dan keadilan.
Demikian gugatan yang dapat kami ajukan, semoga dapat terkabulkan dan atas terkabulnya gugatan ini kami ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Kuasa Hukum Penggugat
materai
6000
( HERU NOTONEGORO, S.H.)
S U R A T K U A S A


Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : EKO SRI WAHYONO
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Mawar 18 Rt. 04 / Rw. 9 Fajar Indah, Surakarta.

Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut di bawah ini, menerangkan bahwa dengan ini memberi kuasa penuh kepada :
Nama : HERU NOTONEGORO, S.H.
Pekerjaan : Advokat / konsultan hukum
Alamat : Jln. M.T. Haryono, Manahan, Surakarta

___________________________K H U S U S___________________________

Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa mewakili :
Sebagai Penggugat untuk mengajukan gugatan terhadap :
Nama : IWAN SUSANTO
Pekerjaan : Wiraswasta.
Alamat : Jln. Durian 13 Perum Indah Raya 7 Rt. 02 / Rw. 11 Kelurahan Karangasem, Kecamatan Colomadu, Surakarta.
di Pengadilan Negeri Surakarta mengenai kasus wanprestasi yang dilakukan oleh IWAN SUSANTO.
Mengenai hal tersebut di atas, untuk dan atas nama pemberi kuasa menghadap di muka Pengadilan Negeri serta badan-badan kehakiman lain atau pembesar-pembesar lainnya, mengajukan permohonan-prmohonan yang perlu menjalankan perbuatan-perbuatan, atau memberkan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang Kuasa, menerima uang dan menandatangani kwitansi-kwitansi, menerima dan melakukan pembayaran-pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, naik banding, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan perdamaian dengan persetujuan terlebih dahulu dari Pemberi Kuasa dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima Kuasa.

Surat Kuasa ini diberikan dengan hak untuk melimpahkan (SUBSTITUSI) kepada orang lain.


Surakarta, 17 Mei 2010
Penerima Kuasa



( HERU NOTONEGORO, S.H.)

Pemberi Kuasa
materai
6000

( EKO SRI WAHYONO )









SURAT KUASA SUBTITUSI


Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : HERU NOTONEGORO, S.H.
Pekerjaan : Advokat / konsultan hukum
Alamat : Jln. M.T. Haryono, Manahan, Surakarta

Dengan ini melimpahkan kuasa yang diberikan kepada kami oleh :
Nama : EKO SRI WAHYONO
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Mawar 18 Rt. 04 / Rw. 9 Fajar Indah, Surakarta.

Di dalam surat kuasanya yang tertanggal 17 Mei 2010 kepada :
Nama : FITRI ASTUTY, S.H.
Pekerjaan : Advokat / konsultan hukum
Alamat : Jln. Maju mundur mandek No 24, Surakarta
Untuk itu penerima kuasa subtitusi berhak atas kekuasaan yang diperoleh penerima kuasa .

Surakarta, 20 Mei 2010
Yang diberi kuasa Yang melimpahkan Kuasa



( FITRI ASTUTY, S.H.) ( HERU NOTONEGORO, S.H.)

PROPOSAL MPH

TUGAS MATA KULIAH
METODE PENULISAN HUKUM ( MPH )
PROPOSAL





O l e h :

NUR SAEFODIN
( E0008201/ C )



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
A. Judul
TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN KESAKSIAN YANG BERDIRI SENDIRI DALAM PROSES PERSIDANGAN

B. Bidang Ilmu : Hukum Acara Pidana

C. Latar Belakang Masalah
Untuk mengetahui apakah seseorang bersalah atau tidak terhadap perkara yang didakwakan, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut harus dengan dibuktikan alat-alat bukti yang cukup. Untuk membuktikan bersalah tidaknya seseorang terdakwa haruslah melalui proses pemeriksaan didepan sidang pengadilan (Darwan Prinst, 1998: 1320). Dan untuk membuktikan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan diperlukan adanya suatu pembuktian.
Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan pembuktian suatu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman pidana. Sehingga apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan pidana. Oleh karena itu, hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkam nilai pembuktian. Menilai sampai mana batas minimum “kekuatan pembuktian” atau bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penafsiran atau pengertian mengenai pembuktian baik pada Pasal 1 yang terdiri dari 32 butir pengertian, maupun pada penjelasan umum dan penjelasan Pasal demi Pasal. KUHAP hanya memuat macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana di Indonesia.
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap, 2000: 273).
Menur¬ut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, jenis alat bukti yang sah dan dapat digunakan sebagai alat bukti adalah :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Alat bukti keterangan saksi dalam hukum acara pidana merupakan hal yang sangat penting dan diutamakan dalam membuktikan kesalahan terdakwa, maka disini hakim harus sangat cermat, teliti dalam menilai alat bukti keterangan saksi ini. Karena dengan alat bukti keterangan saksi ini akan lebih mengungkap peristiwanya. Tidak selamanya keterangan saksi dapat sah menjadi alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam pemeriksaan di persidangan. Ada syarat-syarat yang harus di penuhi agar alat bukti keterangan saksi dan mempunyai nilai kekuatan pembuktian. Keterangan saksi agar dapat menjadi alat bukti yang sah harus memenuhi beberapa persyaratan (M. Yahya harahap, 2000: 265-268), yaitu:
1. Keterangan saksi yang diberikan harus diucapkan diatas sumpah, hal ini diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP.
2. Keterangan saksi yang diberikan dipengadilan adalah apa yang saksi lihat sendiri, dengar sendiri dan dialami sendiri oleh saksi. Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP.
3. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP.
4. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup, agar mempunyai kekuatan pembuktian maka keterangan seorang saksi harus ditambah dan dicukupi dengan alat bukti lain. Hal ini sesuai dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP.
5. Keterangan para saksi yang dihadirkan dalam sidang pengadilan mempunyai saling hubungan atau keterkaitan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu, hal ini sesuai dengan Pasal 185 ayat (4) KUHAP.
Dengan demikian berarti apabila alat bukti keterangan saksi tidak memenuhi persyaratan seperti disebutkan di atas, maka keterangan saksi tersebut tidak sah sebagai alat bukti dan tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
Dari syarat sahnya keterangan saksi agar mempunyai nilai kekuatan pembuktian, salah satunya disebutkan bahwa antara keterangan saksi yang satu dengan saksi yang lain harus mempunyai saling hubungan atau keterkaitan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu. Tapi bagaimana apabila keterangan dari beberapa saksi yang dihadirkan di sidang pengadilan saling “berdiri-sendiri”, maksudnya adalah bahwa keterangan antara saksi yang satu dengan saksi yang lain di sidang pengadilan tidak terdapat kesesuaian atau tidak ada keterkaitan atau hubungan yang dapat mewujudkan suatu kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan tertentu. Lalu bagaimana kekuatan pembuktian dari kesaksian yang berdiri-sendiri tersebut?
Berdasarkan hal tersebut diatas, yaitu persoalan yang berkaitan dengan kekuatan pembuktian kesaksian yang berdiri-sendiri, maka penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian sebagai bahan penulisan hukum yang mempunyai judul: “TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN KESAKSIAN YANG BERDIRI SENDIRI DALAM PROSES PERSIDANGAN”
D. Perumusan Masalah
Untuk dapat memperjelas tentang permasalahan yang ada agar pembahasannya lebih terarah dan sesuai dengan tujuan serta sasaran yang diharapkan, maka penting sekali adanya perumusan masalah yang akan dibahas.
Perumusan masalah akan memudahkan penulis dalam pengumpulan data, menyusun data dan menganalisisnya, sehingga penelitian dapat dilakukan secara mendalam dan sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan. Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kekuatan pembuktian kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan ?
2. Bagaimana tindakan hakim untuk mengambil putusan terhadap adanya kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam suatu penelitian sebagai suatu solusi atas masalah yang dihadapi (tujuan obyektif), maupun untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian dari kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan.
b. Untuk mengetahui tindakan hakim untuk menjatuhkan putusan terhadap adanya kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan?



2. Tujuan Subyektif
a. Untuk melengkapi tugas akademis guna memperoleh nilai UKD 3 (tiga) pada mata kuliah Metode Penulisan Hukum (MPH) di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,
b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya mengenai kekuatan pembuktian dari kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan terhadap putusan pengadilan.

F. Manfaat Peneletian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta untuk mengetahui kekuatan pembuktian dari kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan terhadap putusan pengadilan.
b. Dapat bermanfaat selain sebagai bahan informasi juga sebagai literatur atau bahan – bahan informasi ilmiah.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi para pembaca mengenai kekuatan pembuktian dari kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan terhadap putusan pengadilan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dan sebagai bahan informasi dalam kaitanya dengan perimbangan yang menyangkut masalah ini.

G. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Teori
a. Tinjauan Umum tentang teori sistem pembuktian
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana. Untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang sesungguhnya. Mencari kebenaran materiil itu tidaklah mudah, alat-alat bukti yang tersedia menurut Undang-undang sangat relatif. Oleh karena itu, dahulu orang berpendapat bahwa alat bukti yang paling dapat dipercaya ialah pengakuan terdakwa sendiri karena ialah yang mengalami peristiwa tersebut.
Berikut ini beberapa teori mengenai sistem pembuktian, diantaranya sebagai berikut:
1. Conviction-in Time
Sistem pembuktian Conviction-in Time menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan” hakim. Darimana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini.
2. Conviction-raisonee
Dalam sistem ini pun dapat dikatakan “keyakinan hakim” tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim “dibatasi”, dimana harus didukung dengan alasan-alasan yang jelas. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya.
2. Pembuktian menurut Undang-undang secara positif (Positief wettelijk bewijstheorie)
Keyakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut berperan menentukan slah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan dengan Undnag-undang. Untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata “digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah”.

3. Pembuktian menurut Undang-undang secara negatif (Negatief wettelijk Stelsel)
Sistem ini “menggabungkan“ ke dalam dirinya secara terpadu antara sistem pembuktian menurut keyakinan hakim dengan sistem pembuktian menurut Undang-undang secara positif. Rumusannya berbunyi: salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-undang.
Sistem pembuktian yang dianut KUHAP adalah Sistem pembuktian menurut Undang-undang secara negatif (Negatief wettelijk Stelsel). Dimana untuk menetukan salah atau tidaknya terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa, telah diatur pada Pasal 183 KUHAP, yaitu harus:
- Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang sah“.
- Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim “ memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
b. Tinjauan umum tentang alat bukti dan kekuatan pembuktian
Alat bukti yang sah menurut Undang-undang diatur secara limitatif dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan untuk dipergunakan sebagai pembuktian terhadap kesalahan terdakwa karena tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat.
Adapun alat bukti yang sah menurut Undang-undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1), adalah:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Selanjutnya akan diuraikan alat-alat bukti tersebut baik yang berhubungan dengan penerapan alat-alat bukti itu maupun yang berhubungan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti tersebut.
1. Keterangan saksi
Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Agar suatu keterangan saksi atau kesaksian dapat dianggap sah dan memiliki kekuatan pembuktian, maka harus dipenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Merupakan keterangan atas suatu peristiwa pidana yang telah saksi lihat, dengar, atau alami sendiri, dengan menyebut alasan dari pengetahuannya tersebut (pasal 1 butir 27 KUHAP)
- Keterangan seorang saksi saja tidak cukup tanpa disertai oleh alat bukti yang sah lainnya.
- Bukan merupakan pendapat atau rekaan yang diperoleh sebagai hasil dari pemikiran.
- Harus diberikan oleh saksi yang telah mengucapkan sumpah.
- Harus diberikan di muka sidang pengadilan.
- Keterangan saksi-saksi yang berdiri sendiri dapat digunakan sebagai alat bukti bila keterangan tersebut bersesuaian satu sama lain sehingga dapat menggambarkan suatu kejadian tertentu.
Macam-macam saksi yaitu
- Saksi mahkota
- Saksi a de charge
- Saksi a charge
Dalam menilai kebenaran atas keterangan beberapa saksi sebagai bukti, maka hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan dan memperhatikan hal-hal berikut (pasal 185 ayat 6 KUHAP):
- Kesesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya;
- Kesesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
- Alasan saksi dalam memberikan keterangan tertentu.
Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi. Ditinjau dari segi ini, keterangan saksi yang diberikan dalam sidang pengadilan dapat dikelompokkan pada dua jenis:
1. Keterangan yang diberikan “tanpa sumpah”.
Mengenai keterangan saksi yang tidak disumpah bisa terjadi:
a. Karena sakit menolak bersumpah;
b. Keterangan yang diberikan tanpa sumpah;
c. Karena hubungan kekeluargaan;
d. Saksi termasuk golongan yang disebut Pasal 171 KUHAP.
2. Keterangan saksi yang “disumpah”.
Maka terhadap kekuatan pembuktiannya:
a. Mempunyai kekuatan pembuktian bebas;
b. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim.
2. Keterangan ahli
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli harus dinyatakan dalam sidang pengadilan dan diberikan di bawah sumpah (Pasal 186 KUHAP). Selain itu, keterangan ahli dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum dan dituangkan dalam suatu bentuk laporan (Pasal 133 jo penjelasan Pasal 186 KUHAP).
Jadi, seorang ahli itu dapat menjadi saksi. Hanya saja, saksi ahli ini tidak mendengar, mengalami dan/atau melihat langsung peristiwa pidana yang terjadi. Berbeda dengan ”saksi” yang member keterangan tentang apa yang didengar, dialami dan/ atau dilihatnya secara langsung terkait dengan peristiwa pidana yang terjadi. Sama halnya dengan seorang ”saksi”, menurut hukum, seorang saksi ahli yang dipanggil di depan pengadilan memiliki kewajiban untuk:
- Menghadap/ datang ke persidangan, setelah dipanggil dengan patut menurut hukum;
- Bersumpah atau mengucapkan janji sebelum mengemukakan keterangan (dapat menolak tetapi akan dikenai ketentuan khusus);
- Memberi keterangan yang benar bila seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka dia dapat dikenai sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang telah terjadi. Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika memiliki alasan yang sah.
Menurut pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak untuk menjernihkan duduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang maupun terdakwa/ penasehat hukum. Terhadap kondisi ini, hakim dapat memerintahkan melakukan penelitian ulang oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda, serta instansi lain yang memiliki kewenangan. Kekuatan keterangan ahli ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya apabila bertentangan dengan keyakinan hakim. Dalam hal ini, hakim masih membutuhkan alat bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya.
3. Alat bukti surat
Surat sebagai alat bukti yang sah harus dibuat atas sumpah jabatan dan dikuatkan dengan sumpah. Dalam Pasal 187 KUHAP disebutkan secara luas bentuk-bentuk surat yang bernilai sebagai alat bukti, yaitu:
1. Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang mengenai suatu kejadian yang didengar, dilihat, atau dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan memiliki kekuatan mengikat bagi hakim (volledig en beslissende bewijskracht). Namun demikian, kesempurnaan dan kekuatan mengikat tersebut hanyalah secara formal. Pada akhirnya, keyakinan hakimlah yang menentukan kekuatan pembuktiannya.
4. Alat Bukti Petunjuk
Menurut pasal 188 KUHAP, Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang diduga memiliki kaitan, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, yang menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Oleh karena itu, petunjuk juga merupakan alat bukti tidak langsung. Penilaian terhadap kekuatan pembuktian sebuah petunjuk dari keadaan tertentu, dapat dilakukan oleh hakim secara arif dan bijaksana, setelah melewati pemeriksaan yang cermat dan seksama berdasarkan hati nuraninya.
5. Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa dapat diberikan di dalam dan di luar sidang. Menurut pasal 194 KUHAP, yang dimaksud keterangan terdakwa itu adalah apa yang telah dinyatakan terdakwa di muka sidang, tentang perbuatan yang dilakukannya atau yang diketahui dan alami sendiri. Keterangan yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti sidang selama didukung oleh suatu alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan terdakwa sebagai alat bukti, tanpa disertai oleh alat bukti lainnya, tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Hal ini merupakan ketentuan beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Alat-alat bukti tersebut, kecuali alat bukti surat, memiliki kekuatan pembuktian bebas atau tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijskracht) dan juga tidak dilekati oleh kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Memang pada prinsipnya, ajaran pembuktian tidak mengenal alat bukti yang sempurna dan mengikat kecuali bagi Negara yang menganut system pembuktian menurut Undang-undang secara positif.
Pengertian keterangan terdakwa memiliki aspek yang lebih luas dari pengakuan, karena tidak selalu berisi pengakuan dari terdakwa. Keterangan terdakwa bersifat bebas (tidak dalam tekanan) dan ia memiliki hak untuk tidak menjawab Kekuatan alat bukti keterangan terdakwa, tergantung pada alat bukti lainnya (keterangan terdakwa saja tidak cukup) dan hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

2. Kerangka Pemikiran

pembuktian


Pasal 184 KUHAP:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa


saksi keterangan yang berdiri sendiri




kekuatan pembuktian dan
implikasi yuridis

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap, 2000: 273).
Adapun alat bukti yang sah menurut Undang-undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1), adalah:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Agar suatu keterangan saksi atau kesaksian dapat dianggap sah dan memiliki kekuatan pembuktian, maka harus dipenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Merupakan keterangan atas suatu peristiwa pidana yang telah saksi lihat, dengar, atau alami sendiri, dengan menyebut alasan dari pengetahuannya tersebut (pasal 1 butir 27 KUHAP)
- Keterangan seorang saksi saja tidak cukup tanpa disertai oleh alat bukti yang sah lainnya.
- Bukan merupakan pendapat atau rekaan yang diperoleh sebagai hasil dari pemikiran.
- Harus diberikan oleh saksi yang telah mengucapkan sumpah.
- Harus diberikan di muka sidang pengadilan.
- Keterangan saksi-saksi yang berdiri sendiri dapat digunakan sebagai alat bukti bila keterangan tersebut bersesuaian satu sama lain sehingga dapat menggambarkan suatu kejadian tertentu.
Dari syarat sahnya keterangan saksi agar mempunyai nilai kekuatan pembuktian, salah satunya disebutkan bahwa antara keterangan saksi yang satu dengan saksi yang lain harus mempunyai saling hubungan atau keterkaitan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu. Namun, dari saksi yang dihadirkan di sidang pengadilan belum tentu terdapat saling kesesuaian atau keterkaitan serta hubungan yang dapat mewujudkan suatu kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan tertentu. Kemudian, bagaimana kekuatan pembuktian kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan serta tindakan hakim untuk mengambil putusan terhadap adanya kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan?
H. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. (Sutrisno Hadi, 2002 : 4).
Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa.
Beberapa hal yang menjadi bagian dari metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan menganalisis data – data, studi kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Selain itu dalam penulisan hukum ini penulis juga mengunakan jenis penelitian hukum sosiologis atau empiris (sosiolegal research). Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian pada data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986: 52).
Di dalam penelitian hukum ini, penulis melakukan penelitian dengan melakukan wawancara terhadap hakim berkaitan dengan adanya keterangan saksi yang berdiri dalam persidangan Pengadilan (dalam hal ini hakim di Pengadilan Negeri Surakarta), kemudian melakukan analisis terhadap hasil penelitian tersebut dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta literatur-literatur.
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang keterangan saksi yang berdiri sendiri dalam persidangan. Selain itu, bersifat kualitatif karena memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku (Burhan Ashshofa, 2001: 20-210). Sehingga dapat diperoleh data kualitatif yang merupakan sumber dari deskripsi yang luas, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan demikian alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.
2. Lokasi penelitian.
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah.
Penelitian hukum ini mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Surakarta yang beralamat di Jalan Brigadir Jenderal Slamet Riyadi Nomor 290 Surakarta.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah:


a. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung dari narasumber yang ada di lapangan dengan tujuan agar penelitian ini bisa mendapatkan hasil yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dari hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Negeri Surakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan studi dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis.
4. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian hukum (skripsi) ini adalah :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu data atau keterangan yang diperoleh langsung dari semua pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.
Dalam hal ini yang menjadi narasumber adalah Hakim Pengadilan Negeri Surakarta.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penulisan hukum (skripsi) ini diperoleh dari:
1) Bahan hukum primer yang meliputi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan (reglement).
2) Bahan hukum sekunder yang meliputi bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti bahan-bahan kepustakaan, dokumen, arsip, artikel, makalah, literatur, majalah serta surat kabar.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu (Burhan Ashshofa, 2001: 95), dalam hal ini wawancara dilakukan dengan tujuan memperoleh keterangan-keterangan yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan adanya keterangan saksi yang berdiri sendiri dalam proses persidangan. Dalam suatu wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan yang berbeda, yaitu pencari informasi yang biasa disebut dengan pewawancara atau interviewer, dalam hal ini adalah penulis. Dalam pihak lain adalah informan atau responden, dalam hal ini adalah hakim-hakim Pengadilan Negeri Surakarta.
Teknik pelaksanaan wawancara adalah dengan wawancara tidak berencana (tidak berpatokan), yakni penulis dalam mengajukan pertanyaan tidak terikat pada aturan-aturan yang ketat. Alat yang digunakan adalah pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok yang ditanyakan.
b. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan meliputi pengkajian terhadap bahan-bahan pustaka atau materi yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti oleh penulis.
6. Tehnik analisis Data dan Model Analisis
Tehnik analisis data adalah suatu uraian tentang cara – cara analisis, yaitu kegiatan mengumpulkan data kemudian diedit dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif. Analisis kualitatif ini menghasilkan data deskriptif yang merupakan kata – kata , tulisan atau uraian dari orang lain dan perilaku yang diamati. ( Maria W.W Sumarjono, 1989 : 16 )
Setelah data yang diperlukan dalam penelitian terkumpul maka langkah selanjutnya adalah analisis data. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif model interaktif ( interactive model of analysis ). Pengertian model interaktif tersebut adalah bahwa data yang terkumpul akan dianalisis melalui tiga tahap, yaitu : mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian menarik kesimpulan. Selain itu, dilakukan pula proses siklus antara tahap – tahap tersebut, sehingga data yang terkumpulkan berhubungan satu dengan lainya secara sistematis. ( HB. Sutopo,1991 : 13)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema :










( Mattew B. Milles dan A. Michael Huberman, 1992 : 20 )

Kegiatan kompenen itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dikepustakaan. Reduksi tersebut berlangsung terus menerus bahkan sebelum data benar – benar terkumpul sampai sesudah penelitian dan laporan akhir lengkap tersusun.
- Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
- Penarikan Kesimpulan
Dari permulaan pengumpulan data seorang penganalisis mulai mencari arti benda – benda, mencatat keteraturan, pola – pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab – akibat dan proporsi. Kesimpulan – kesimpulan tetap akan ditangani dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula – mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengarah pada pokok. Kesimpulan – kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penulis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan – catatan, atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali.( Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992 : 19)
Peneliti harus bergerak diantara keempat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak – balik diantara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan / verifikasi selama sisa waktu penelitiannya. Aktivitas yang dilakukan dengan proses itu komponen – komponen tersebut akan didapat yang benar – benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah semua data dikumpulkan, kemudian direduksi yang berupa klasifikasi dan seleksi. Kemudian kita ambil kesimpulan dan langkah tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus sehingga membuat siklus. ( H. B. Sutopo, 1991 : 13)
I. Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan berlangsung dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, dengan rincian jadwal sebagai berikut :

No. kegiatan bulan
mei juni
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul X
2 Penyusunan proposal X X
3 Pengumpulan data X X
4 AnĂ¡lisis data X X X
5 Penulisan laporan akhir X


J. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Sistematika memberikan gambaran dan mengemukakan garis besar penulisan hukum agar memudahkan dalam mempelajari isinya. Penulisan hukum terbagi menjadi empat bab yang saling berhubungan. Setiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab yang masing-masing merupakan pembahasan dari bab yang bersangkutan.
Adapun sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Merupakan hal-hal yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian yaitu mengenai kekuatan pembuktian kesaksian yang berdiri sendiri dalam persidangan.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dimaksudkan untuk mempertegas ruang lingkup penelitian serta untuk menghindari kemungkinan penyimpangan dari permasalahan pokok yang diteliti.
C. Tujuan Penelitian
Berisi tujuan dari penulis dalam mengadakan penelitian. Tujuan peneliti dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
- Tujuan obyektif
- Tujuan subyektif
D. Manfaat Penelitian
Merupakan hal-hal yang diambil dari hasil penelitian. Terdiri dari 2 (dua), yaitu:
- Manfaat teoritis
- Manfaat praktis


E. Metode Penelitian
Mencakup jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Pada Sistematika Penulisan Hukum akan diuraikan secara garis besar atau gambaran menyeluruh tentang hal-hal yang akan dibahas di dalam penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori kepustakaan yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini, yaitu: tinjauan umum tentang pembuktian dan alat bukti serta tinjauan umum tentang alat bukti keterangan saksi.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan mengenai kekuatan pembuktian kesaksian yang berdiri sendiri dalam persidangan, serta menguraikan tindakan hakim untuk menmgambil putusan terhadap adanya kesaksian yang berdiri sendiri dalam proses persidangan dalam hal ini hakim di Pengadilan Negeri Surakarta.
BAB IV : PENUTUP
Bagian Penutup merupakan bagian akhir dari penulisan hukum yang berisi tentang kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan yang telah diuraian dalam bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Daftar Pustaka

Adami Chazawi. 2006. Kemahiran dan Keterampilan Praktikum Hukum Pidana. Malang: Bayumedia.
Andi Hamzah, S.H. 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Hadari Djanawi Tahir. 1981. Pokok-Pokok Pikiran dalam KUHAP. Bandung: Alumni.
Soerjono Soekanto. Beberapa Masalah Hukum dalam Rangka Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Rajawali.
Yahya Harahap. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.
KUHP dan KUHAP. Cetakan III 2008. Bandung: Citra Umbara.